PROSES PENGOLAHAN IKAN ASIN KEMBUNG (Rasterliger
branchysoma) PADA UNIT USAHA
MILIK BAPAK H.SUWARNO
DI DESA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN
JAWA TIMURPROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANG IIJURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANANSEMESTER IIIOleh:Parnisia UtamiNIT:11.4.02.292KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANANBADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANANAKADEMI PERIKANAN SIDOARJO2012
LEMBAR PENGESAHANJudul : Proses Pengolahan Ikan Asin Kembung (Rasterliger branchysoma) Pada Unit Usaha Milik Bapak H.Suwarno di Desa Brondong Kabupaten Lamongan JawaTimurNama : Parnisia UtamiJurusan : Teknologi Pengolahan Hasil PerikananNIT : 11.4.02.292Proposal ini Disusun Sebagai Persyaratan Untuk MelaksanakanPraktek Kerja Lapang II Jurusan Teknologi Hasil PerikananAkademi Perikanan SidoarjoTahun Akademik 2011/2012Menyetujui :DosenPembimbing I, DosenPembimbing II,Drs. Djoko Surahmat, M.P. Sutrisno, A. Pi., M.Si.Tanggal : Tanggal :Mengetahui :Ketua Jurusan TPHP,Dr.Ir. Suseno, M.P.
KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan irat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga proposal Praktek Kerja Lapang II ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.Dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
- Dr. Endang Suhaedy, A.Pi, M.M., M.Si. selaku Direktur Akademi Perikanan Sidoarjo, yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapang II.
- Ir. Suseno, M.P. sebagai Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan yang telah memberikan arahan untuk melaksanakan Praktek KerjaLapang II
- Drs. Djoko Surahmat, M.P. selaku Dosen Pembimbing I dan Sutrisno, A. Pi., M.Si. selaku pembimbing II yang telah memberi bimbingan dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapang II.
- Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal Praktek Kerja Lapang II ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan atas kritik dan saran demi kesempurnaan proposal ini.Sidoarjo, Oktober 2012Penulis
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan
merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat,
mudah didapat dan harganya murah. Namun dibalik keunggulan tersebut ikan juga
cepat mengalami proses kemunduran mutu karena kandungan air yang terkandung di
dalam tubuh ikan. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu proses agar kemunduran
mutu pada ikan dapat dihambat, salah satu caranya adalah dengan pengawetan.
Pengawetan ikan bertujuan untuk mengurangi kadar air pada tubuh ikan sehingga
tidak ada kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan
hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakuan yang baik selama proses
pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan
bahan baku ikan yang masih segar, menjaga sanitasi dan higine selama proses
berlangsung. Ada bermacam-macam cara pengawetan ikan, antara lain dengan cara :
penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian, dan pendinginan
ikan. (Esti,2000).
Dari berbagai macam cara
pengawetan tersebut cara pengawetan yang paling umum digunakan oleh masyarakat
Indonesia adalah penggaraman. Proses pengawetan tersebut menggunakan garam
sebagai media pengawet, baik berupa Kristal maupun larutan garam. Selama proses
penggaraman, akan terjadi penetrasi
garam. Selama proses penggaraman, akan terjadi penetrasi gram dalam tubuh ikan
dan cairan dari tubuh ikan akan keluar karena perbedaan konsentrasi. Cairan
tersebut dapat dengan cepat melarutkan Kristal garam atau mengencerkan larutan
garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam
akan memasuki tubuh ikan. Kemudian kecepatan proses pertukaran garam dan cairan
semakin lambat seiring dengan menurunnya konsentrasi garam dalam tubuh ikan.
Bahkan pertukaran garam dan cairan tersebut berhenti setelah konsentrasinya
seimbang. Proses tersebut mengakibatkan pengentalan cairan tubuh ikan yang masih
tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh
ikan sehingga dagingnya berubah (Adawyah, 2007).
Pengawetan ikan dengan cara
penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses yaitu pengeringan dan
penggaraman. Adapun tujuan dari penggaraman sama dengan tujuan proses
pengawetan atau pengolahan lainya yaitu memperpanjang daya tahan dan daya
simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman dapat menjadi awet karena
garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan ikan (Afrianto dan Liviawati,
1989).
Dalam Praktek Kerja Lapang II ini
penulis memilih judul Pengasinan Ikan Kembung karena ikan jenis ini adalah ikan
yang paling banyak dan biasanya dikonsumsi
dalam bentuk ikan asin. Ikan
kembung juga mempunyai tekstur yang renyanh jika di olah menjadi ikan asin, selain
itu juga ikan asin kembung ini mempunyai harga yang relative terjangkau
dibandingkan ikan asin lainya.
Oleh karena itu dalam kegiatan
Praktek Kerja Lapang II ini penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang
pengolahan ikan asin dengan melaksanakan Praktek Kerja Lapang pada unit usaha
atau daerah yang melakukan proses pengolahan ikan asin.
1.2.
Maksud
dan Tujuan
1.2.1. Maksud
Maksud dari Praktek Kerja Lapang II
ini adalah :
1. Mengikuti
kegiatan secara langsung dalam proses pengolahan ikan asin kembung.
2. Mempelajari
proses pengolahan ikan asin kembung.
3. Memperoleh
data taknis dan finansial dalam proses pengolahan ikan asin kembung pada unit
usaha milik Bapak H. Suwarno di desa Brondong Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
1.1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penulis
melaksanakan Praktek Kerja Lapang II ini adalah:
1. Memperoleh
pengetahuan dan keterampilan tentang proses pengolahan ikan asin kembung.
2. Mengetahui
hasil analisis usaha pengolahan ikan asin kembung pada unit usaha milik Bapak
H. Suwarno di desa Brondong Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Bahan Baku
2.1.1. Biologi Ikan Kembung
Djhuanda
(1981). Ikan kembung (Rasterliger branchysoma) termasuk kedalam kelas Condrichthyes yang memmiliki rahang, tubuh
bilateral simetris, muliutnya terminal, dan memiliki tutup insang, Ikan kembung
(Rasterliger branchysoma) juga
memilikiliniea lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah
(dirhinous), bersisik dan tidak memiliki sunngut. Ikan kembung (Rasterliger
branchysoma) juga memiliki sirip punggung I,II sirip perut, pectoralis,
sirip anal dan sirip ekor bercagak. Untuk lebih memperjelas ikan kembung lihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Ikan Kembung (Rasterliger branchysoma)
` Sumber : wikipedia
2.1.2. Klasifikasi Ikan Kembung
Menurut
Saanin (1984) ikan kembung dapat diklasifikasikan sebagai beriut :
·
Phylum :
Chordata
·
Ordo :
Perciformes
·
Famili :
Scombridae:
·
Genus :
Rastreliger
·
Spesies :
Rastreliger kanagurta
2.1.3.
Tingkat Kesegaran Ikan
Ikan segar atau basah
merupakan ikan yang belum diawetkan melainkan hanya menjaga keadaan agar tetap
segar yaitu mendinginkannya dengan menggunakan es (Murniyati dan
Sunarman,2000). Mutu ikan dikatakan segar bila cirri-ciri fisiknya masih sama
dengan keadaan ikan yang masih hidup baik segi rupa, baud an tekstur dagingnya.
Mutu dari ikan segar tidak dapat ditingkatkan tetapi hanya dapat dipertahankan
agar tidak terjadi kemunduran mutu (Julianto, 2003). Untuk lebih jelasnya,
cirri-ciri ikan segar dan ikan yang tidak segar atau busuk dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Ciri ikan Busuk dan Ikan Segar
Parameter
|
Ikan Segar
|
Ikan
busuk
|
Mata
|
Pupil hitam
menonjol dengan kornea jernih, boa mata cembung cerah
|
Pupil kelabu
tertutup lendir seperti putih susu,bola mata cekung dan keruh
|
Insang
|
Merah cemerlang
atau merah tua tanpa lender, tak ada bau menyimpang (off odor)
|
Merahcoklat sampai
keabu-abuan, bau menengat, lendir tebal
|
Tekstur Daging
|
Elastis jika
diletakan tak ada bekas jari, padat atau kompak
|
Tidak elastic,
lunak, jika ditekan maka bekas jari lama hilangnya
|
KeadaanKulit dan
Lendir
|
Warna sesuai
aslinya dan cemerlan, lender permukaan jernih dan transparan, bau segar khas
jenisnya
|
Warna pudar dan
memucat, lendir menggupal dan lengket warnanya berubah jadi putih susu
|
Keadaan Perut dan
Sayatan Daging
|
Perut tidak pecah
masih utuh dan warna sayatandaging cemerlang serta jika ikan dibelah daging
melekatkuat ada tulang terutama rusuknya
|
Penuh sobek, warna
sayatan daging kurang cemerlang dan ada warna merah sepanjang tulang
belakang, jika dibelah daging mudah lepas
|
Bau
|
Spesifik menurut
jenisnya, dan segar seperti bau rumput laut.
|
Bau menusuk seperti
asam asetat dan lama kelamaan berubah menjadi bau busuk yang menusuk hidung
|
Sumber : Junianto, 2003
2.2.
Prinsip Pengolahan dan Pengawetan
Ikan merupakan bahan pangan
yang mudah membusuk. Hanya dalam waktu sekiitar delapan jam sejak ikan
ditangkap sehingga perlu adanya usaha agar mutu dan tingkat kesegaran ikan dapat
dipertahankan selama mungkin, salah satu cara untuk mempertahankan mutu dan
kesegaran ikan tersebut dengan metode pengolahan dan pengawetan. Proses pengawetan
dilakukan bertujuan untuk menghambat atau menghentikan aktifitas enzim dari
dalam tubuh ikan serta mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya
pembusukan atau kerusakan yang terjadi akibat perubahan lain yang merugikan
(Moeljanto, 1992).
Usaha pengolahan ikan menurut Adawyah (2007) dapat
dilakukan dengan berbagaicara, yaitu : pengolahan menggunakan faktor fisika,
bahan pengawet fermentasi. Dari berbagai cara/metode pengolahan tersebut yang
paling laa dan sering digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah dengan
menggunakan bahan pengawet garam dalam proses penggaraman.
2.3.
Deskripsi Produk
2.3.1.
Pengertian Ikan Asin
Ikan asin merupakam
ikan yang diolah menjadi ikan kering yang memiliki rasa asinmelalui metode
penggaaman dan penjemuran. Ikan asin mempunyai kadar air rendah karena enguapan
oleh panas dan penyerapan air oleh garam.berbagai jenis ikan yang biasa
digunakansebagai bahan dasar pembuatan ian asin antara lain ikan kakap,
ikantenggiri,ikan laying, ikan kembung, ikan teri, ikan petek, ikan mujahir dan
ikan bulu ayam (Santoso, 1998).
Pendapat
Santoso (1998) juga diperjelas oleh Djarijah (1995) bahwa ikan asin adalah ikan
hasil dari proses penggaraman dan pengeringan. Ikan asin mempunyai kadar air
rendah karena penyerapan oleh garam dan penguapan oleh panas. Rasa dagingnya asin
dan dapat disimpan kurang lebih selama tiga bulan. Menurut Moeljanto (1992)
konsentrasi garam yang digunakan dalam proses penggaraman sekitar 20-30% dan
kadar air yang tersisa pada daging ikan adalah sekitar 15%.
2.3.2. Komposisi Kimia Ikan Asin
Komposisi
kimia ikan asin menurut Nio (1992) adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi kimia ikan asin per 100 gram
Air
|
40.0
gr
|
Protein
|
42.0
gr
|
Lemak
|
1.5
gr
|
Mineral
|
6.5
gr
|
Kalsium
|
3.5
gr
|
Fosfor
|
3
gr
|
Besi
|
2.5
mg
|
Sumber
: Nio, 1992
2.3.3. Peranan Garam
Ikan mengandung air sekitar 80% yang
menyebabkan pembusukan berlangsung sangat cepat.Oleh karena usaha pengawetan
ikan harus dilakukan secepat mungkin. Ikan yang akan dilakukan pengawetan
hendaknya digarami terlebih dahulu untuk menghambat aktivitas mikroorganisme
dan enzim perusak daging ikan. Bila garam yang digunakan serta proses
pelaksanaanya dilakukan sebaik mungkin dengan melakukan pengawetan selalu
dijaga kebersihannya maka mikroorganisme perusak akan mati (Irawan, 1995).
Pendapat Irawan (1995) tersebut
dipertegas oleh Moeljanto (1992), pada konsentrasi tertentu garam yang
ditaburkan pada tubuh ikan menyebabkan terjadinya proses osmosis pada sel
daging ikan dimana larutan garam yang menempel pada sekujur tubuh akan menarik
air dari dalam tubuh ikan keluar hingga cairan yang tersisa pada tubuh ikan
akan semakin mengental, kadar proteinnya menggumpal serta sel-sel dagingnya
berkerut. Proses osmosis juga terjadi pada sel-sel mikroorganisme sehingga
mengakibatkan terjadinya plasmolisis yaitu berkurangnya kadar air sel bakteri
sehingga bakteri tersebut lama kelamaan akan mati. Selain berperan dalam proses
pengawetan garam juga berfungsi memberi rasa asin dan gurih pada daging ikan
asin.
2.3.4. Metode Penggaraman
Metode
penggaraman menurut Moeljanto (1992) dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain :
1. Metode penggaraman kering (dry salting)
Metode
penggaraman menggunakan kristalgaram yang akan dicampurkan dengan ikan. Pada
umumnya, ikan-ikan yang besar dibuang isi perutnya terlebih dahulu dan bila
perlu dibelah agar dagingnya menjadi tipis sehingga lebih mudah ditembus oleh
garam. Pada proses penggaraman, ikan ditempatkan di dalam wadah yang kedap
air,misalnya bak dari kayu atsu dari bata yang disemen. Ikan disusun selapis
demi selapis di dalam wadah diselingi dengan lapisan garam. Jumlah garam yang
dipakai umumnya 10-35% dari berat ikan
2. Metode penggaraman basah (Brine salting)
Penggaraman basah
menggunakan larutan garam 30-50% (setiap 100 liter larutan garam berisi 30-50
kg). ikan dimasukan kedlam larutan itu dan dibieri pemberat agar sema ikan
terendam,tidak ada yang terapung. Ikan direndam dalam jangka waktu tertentu
tergantung pada ukuran dan tebal ikan serta derajat bkeasinan yang diinginkan.
3. Metode Campuran (Kench salting)
Ikan
dicampur dengan Kristal garam seperti pada penggaraman kering diatas lantai
atau geladak kapal. Larutan garam yang terbentuk dibiarkanmengalir dan terbuang.
2.4. Proses Pengolahan Ikan Asin
2.4.1. Persiapan
alat dan bahan
Persiapan Alat dan Bahan menurut Djarijah
(1995) peralatan pembuatan ikan asin
kering adalah :
1. Pisau dapur
2. Bak semen atau bak
kayu berlapis plastik kedap air sebagai wadah dalam proses penggaraman.
3. Penutup bak (wadah)
dan pemberat
4. Alat ukur berat
(timbangan)
5. Keranjang plastik
(trays) atau keranjang bambu
6. Para-para (tempat
penjemuran)
Sedangkan garam dan air adalah bahan pembantu atau bahan
yang menunjang dalam proses pembuatan ikan asin.
2.4.2.
Pemilihan Bahan Baku
Pemilihan ikan merupakan salah satu
faktor yang menentukan kualitas dari produk akhir. Untuk memperoleh produk
akhir yang berkualitas, maka diperlukan bahan baku yang baik dan segar. Menurut
Suseno (2008) ciri – ciri ikan yang baik adalah :
1. Daging elastis
2. Warna cerah
3. Bau ikan segar
3. Sisik masih melekat kuat pada daging
4. Mata menonjol
5. Belum banyak lendir
Ikan
yang akan diproses menjadi ikan asin diseleksi menurut jenis, ukuran dan
tingkat kesegarannya. Ikan – ikan kecil dan sedang dikelompokkan dari ikan
besar. Jenis ikan berlemak harus juga dipisahkan dari jenis – jenis ikan
lainnya (Djarijah, 1995).
2.4.3. Pembersihan
Menurut Santoso
(1998) tahap selanjutnya setelah ikan dipilih adalah:
1. Insang ikan dipotong.
2. Isi perut (jerohan) dibuang. Caranya, satu demi satu ikan
– ikan dibelah memanjang sama besarnya. Kemudian, isi perutnya dikeluarkan, dan
diusahakan agar empedu tidak sampai pecah.
3. Selanjutnya ikan – ikan dikumpulkan, lalu dicuci dengan
menggunakan air asin. Setelah itu, ikan ditampung didalam ember dan dicuci lagi
sampai bersih.
2.4.4. Penggaraman
Menurut
Afrianto dan Liviawati (1989), ada 3 proses dalam penggaraman, yaitu :
1. Penggaraman Kering
Pada
metode ini, menggunakan garam kristal sesuai dengan berat ikan yang akan di
proses.Untuk ikan berukuran besar, banyak garam yang digunakan sekitar 20-30%
dari total berat ikan yang akan di olah. Sedangkan untuk ikan berukuran sedang,
cukup 15-20%. Ikan berukuran kecil hanya 5% saja.
Kemudian
garam ditaburkan ke dasar bak. Setelah
itu ikan disusun dengan teratur di atas lapisan garam tadi. Selanjutnya pada
lapisan ikan tersebut ditaburkan kembali garam hingga seluruh permukaan
tertutup garam. Lapisan ini merupakan dasar bagi lapisan ikan berikutnya,
demikian seterusnya. Tutup bak dengan sebuah papan yang telah diberi pemberat
agar proses penggaraman berlangsung dengan baik. Pada umumnya, proses
penggaraman berlangsung selama 2-3 hari untuk ikan besar, 1 hari untuk ikan berukuran sedang, dan 12-24 jam untuk
ikan berukuran kecil.
2. Penggaraman Basah
Sebagai
media penggaraman digunakan larutan garam dengan konsentrasi tertentu,
tergantung tingkat keasinan yang diinginkan. Ikan yang akan diproses disusun
dalam bak kedap air. Tambahkan larutan garam secukupnya, hingga seluruh ikan tenggelam seluruhnya.
Tutup
seluruh bak dengan papan yang telah diberi pemberat dan biarkan beberapa saat.
Proses penggaraman dalam larutan garam jenuh membutuhkan waktu sekitar 1 hari
penuh.
3. Metode Kench
Salting
Karena
metode ini tidak menggunakan bak, ikan ditumpuk pada suatu bidang datar lalu
ditaburi garam secukupnya sambil terus diaduk hingga rata dan seluruh tubuh
ikan tertutup oleh garam. Tumpukan ikan tersebut ditutup dengan papan yang
telah diberi pemberat agar cairan di dalam tubuh ikan cepat keluar. Tumpukan ikan dibiarkan
beberapa saat hingga proses penggaram selesai yang ditandai dengan berubahnya
tekstur daging ikan menjadi lebih kencang dan padat.
2.4.5. Pencucian
Menurut
Djarijah (1995), setelah proses penggaraman ikan dicuci kembali:
1. Setelah penggaraman
selesai, ikan dibongkar dan ditaruh dalam keranjang lalu dicuci air dengan
bersih.
2. Selanjutnya ikan
ditiriskan dalam keranjang yang sama sampai air tidak menetes lagi (bahasa Jawa
: tuntas / atus).dan ikan asin ini telah siap dijemur (dikeringkan).
2.4.6. Penjemuran
Ikan yang
telah diproses dalam penggaraman serta telah dicuci dan ditiriskan bisa
langsung dijemur di atas para-para. Penjemuran
sebaiknya tidak di tempat yang terkotori oleh debu dan kotoran lain. Pekerjaan
penjemuran ini haru dibarengi dengan pembalikan paling sedikit 2 – 3 kali
setiap hari. Sebelum ikan menjadi kering, setiap sore hari dimasukkan dalam
rumah atau tempat lain yang diberi atap agar tidak tersiram air hujan atau
embun. Masalah utama pengeringan dengan penjemuran sangat tergantung pada
intensitas sinar matahari (Djariah,1995)
Menurut
Afrianto dan Liviawaty (1989) jika sinar matahari cukup baik, dalam waktu tiga
hari proses pengeringan selesai. Untuk mengetahui apakah ikan sudah kering atau
belum, dapat dilakukan dengan dua cara :
1. Tekanlah jari ke
tubuh ikan. Apabila penekanan jari
tersebut tidak meninggalkan bekas, ikan dapat dianggap cukup kering.
2. Cara kedua terutama
digunakan untuk ikan-ikan berukuran besar, yaitu dengan menutupkan bagian tubuh
ikan yang dibelah. Apabila tidak patah, maka ikan dapat dianggap cukup kering.
2.4.7. Pengemasan
Setelah
kering, ikan – ikan kemudian disusun secara teratur di dalam peti atau
keranjang yang telah dilapisi kertas. Selanjutnya peti atau keranjang tersebut
diletakkan di dalam ruangan yang sejuk dan kering dengan ventilasi yang
baik.Peti atau keranjang yang berisi ikan asin hendaknya tidak disimpan bersama
– sama dengan bahan lain yang membahayakan kesehatan, seperti pupuk tanaman,
racun tikus, minyak tanah atau zat kimia lain yang dapat membahayakan
kesehatan.Jika suhu ruang penyimpanan dapat diatur hingga berkisar antara 0-50C,
daya awet ikan asin dapat mencapai enam bulan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
2.5. Sanitasi dan
Higiene
Menurut Wibowo (1995), selama ini masalah sanitasi dan
higiene pengolahan ikan asin terutama pengolahan tradisional masih jauh dari
memuaskan, perhatian terhadap masalah ini tidak dapat diabaikan begitu saja
terutama jika menginginkan produk yang bermutu baik.
2.5.1
Bangunan dan Peralatan
1. Semua permukaan
peralatan yang kontak langsung dengan bahan baku dan produk harus mudah
dibersihkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri.
2. Peralatan yang
digunakan didesain sedemikian rupa sehingga mencegah kontaminasi dari luar.
3. Menghindari bentuk
bangunan atau peralatan yang berujung runcing atau tajam.
4. Menghindari adanya
tempat yang sulit dibersihkan dan dapat menjadi tempat akumulasi kotoran.
5. Membersihkan
ruang dan peralatan dengan larutan pembersih.
6. Membuang limbah pada
tempat pembuangan limbah sesuai dengan keadaan lingkungan sekitar.
2.5.2. Pekerja/Karyawan :
1. Membiasakan diri
mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan setiap kali proses pengolahan
bahan.
2. Membiasakan diri
mencuci tangan setiap kali hendak melakukan pengolahan bahan.
3. Menggunakan pakaian,
penutup kepala dan masker untuk menghindari kontaminasi bakteri pada bahan.
2.6.
Pemasaran
Beberapa
aspek pemasaran yang penting untuk dipelajari antaranya mengenai daerah
pemasaran, permintaan pasar, sifat dan daya serap masing – masing pasar, jumlah
pemasok dan volume pasoknya, jalur distribusi dan sistem pemasaran serta cara
pembayarannya. Sebagai contoh pada pasar tertentu telah terbentuk sistem
pemasaran yang spesifik sehingga tanpa terlibat dalam sistem tersebut sulit
untuk menembus pasar tersebut (Wibowo, 2003).
Dengan pengetahuan tersebut dapat
dilakukan perencanaan yang lebih matang, misalnya jenis ikan asin yang akan
dihasilkan yang tentunya akan mempengaruhi cara pengolahan dan peralatannya,
jumlah produksi, bentuk kemasan, cara transportasi serta sistem dan strategi
pemasaran yang dipilih. Juga dapat ditentukan pasar yang akan ditembus dan
strategi yang digunakan.
Jenis-jenis pemasaran dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Pemasaran langsung :
merupakan sistem pemasaran yang menggunakan berbagai media untuk berinteraksi
langsung dengan konsumen dan untuk mendapatkan respon langsung dari konsumen.
Dalam pemasaran langsung, komunikasi promosi ditujukan langsung kepada konsumen
dengan tujuan mendapatkan respon langsung dari konsumen
2. Pemasaran tidak
langsung : merupakan suatu sistem pemasaran yang dilakukan secara tidak
langsung. Yang dimaksud disini adalah pembeli dan penjual tidak bertemu secara
langsung biasanya penjualan dengan cara separti ini dilakukan secara online karena jarak antara penjual dan
pembeli yang terlalu jauh.
2.7.
Analisa Usaha
2.7.1.
Analisis R/C
Menurut Soekartawi (2006) R/C adalah singkatan dari Retrurn Cost Ratio, atau dikenal sebagai
perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini
dapat ditulis sebagai berikut :
a
= R/C
R
= Py . Y
C
= FC + VC
a
= [(Py . Y)/(FC+VC)]
R = penerima
C = biaya
Py = harga output
Y = output
FC =
biaya tetap (fixed cost)
VC = biaya variable ( variable cost)
2.7.2.
Analisa Keuntungan
Menurut Harmaizar
(2006) Analisa Keuntungan adalah menganalisa rencana keuntungan (penetapan
keuntungan) dengan menyesuaikan atau menyetel harga dan volume penjualan yang
dapat diserap oleh pasar dengan mempertimbangkan kebijaksanaan dari pesaing.
Dalam melakukan analisa keuntungan umumnya menggunakan
metode analisa Break Even Point dan
analisa Kontribusi Margin.
1. Break Even Point
Analisa
Break Even Point atau titik impas
atau sering juga disebut titik peluang pokok adalah suatu metode yang
mempelajari hubungan antara biaya , keuntungan, dan volume penjualan/produksi
dan juga dikenal dengan analisa C.P.V (Cost
Profit- Volume) untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus
dicapai, dimana pada tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai, dimana pada
tingkat tersebut perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian.
Dalam
menganalisa break even point factor
factor biaya dibedakan menjadi:
-
Biaya
semi variable adalah biaya yang ikut berubah dengan
pembuatan volume penjualan atau produksi tetapi tidak secara propisional.
-
Biaya
variable adalah biaya yang ikut berubah secara prpisional dengan
perubahan volume penjualan atau produksi, contoh: bahan baku utama, bahan
penolong, komisi penjualan dan lain-lain.
-
Biaya
tetap adalah biaya yang tidak ikut berubah dengan perubahan
volume penjualan atau produksi, contoh: biaya penyusutan, gaji pegawai tetap.
Analisa
break even point dapat dihitung
dengan
2. Kontribusi
Margin
Kontribusi
margin adalah selisih antara hasil penjualan dengan biaya variabel. Tujuan
utama dari analisa kontribusi margin adalah menganalisa dalam penentuan
keuntungan maksimum atau kerugian minimum.
Rasio
kontribusi margin adalah rasio antara hasil penjualan dikurangi biaya variabel
dengan hasil penjualan.
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktek
Kerja Lapang (PKL) II ini dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2012 sampai dengan
tanggal 02 November 2012 yang bertempat di Desa Brondong Kabupaten Lamongan
Provinsi Jawa Timur.
3.2. Metode PKL
Metode yang digunakan dalam PKL II ini
adalah metode survey. Menurut
pendapat Nazir (1991)survey adalah penyelidikan
yang dilakukan untuk memperoleh fakta dari gejala-gejala ada dan mencari
keterangan yang factual. Sedangkan untuk memperoleh keterampilan dalam teknik
pengolahan ikan asin digunakan cara magang dengan berperan aktif pada seetiap
tahap dalam alur proses pengasinan.
3.3. Sumber Data dan Jenis
Data
3.3.1. Sumber Data
Data yang dibutuhkan oleh penulis
adalah data primer dan data skunder. Data primer menurut Subagyo (1991) adalah
data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat melalui wawancara,
observasi maupun alat lainya. Sedangkan data skunder adalahdata yang diperoleh
dari atauberasal dari bahankepustakaan dan digunakan untuk melengkapi data
primer.
Data primer diperoleh secara
langsung melalui kegiatan wawancara, observasi,dan magang pada unit
usahapengolahan ikan asin, data primer tersebut berupa alur proses pembuatan ikan
asin Kembung, teknik pengadaan bahan
baku, metode penggaraman, daerah pemasaran ikan asin Kembung tersebut.
Sedangkan data sekunder diperoleh
dan literatur, laporan ilmiah, maupun dari berbagai sumber internet yang
berhubungan dengan proses pengolahan ikan asin.
3.3.2. Jenis Data
Jenis data dibedakan menjadi 2 yaitu
data kualitatif dan data kuantitatif dan data kuantitatif, menurut Narbuko dan
Achmadi (2001) data kuantitatif adalah data yang diperoleh di lapangan berupa
angka, misalnya data berat bahan baku yang diterima setiap harinya, berapa
kapasitas hasil produk tipa siklus produksi. Data kualitatif adalah data yang
bukan berupa angka,misalnya jenis produksi, nama supplier, cara pengasinan.
Data kuantitatif yang akan diambil pada Praktek Kerja Lapang II ini adalah
jumlah bahan baku, jenis bahan baku, mutu bahan baku, asal bahan baku,
konsentrasi garam, jumlah garam. Seangkan data kualitatif yang akan diambil
pada Praktek Kerja Lapang II adalah proses pembuatan ikan asin, daerah
pemasaran, sanitasi dan hygine di unit usaha tersebut,bagaimana penanganan
limbah dan layount ruang proses.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Narbuko dan Ahmadi (2001)
beberapa jenis teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam Praktek Kerja
Lapang (PKL) II ini adalah :
1. Observasi
atau pengamatan adalah cara pengumpulan data dengan cara mengamati dan mencatat
ssecara sistematik gejala-gejala yang diamati. Yang dimaksudkan yaitu mulai
dari penerimaan bahan baku sampai menjadi produk akhir.
2. Interview
atau wawancara adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan dalam dua orang atau lebih, bertatap muka mendengarkan secara
langsung informasi atau keterangan melalui pertanyaaan dari kuisoner dan
bertujuan untuk mendapatkan data yang selengkap-lengkapnya mengenai proses
penggaraman dari pertanyaan yang diajukan.
3. Dokumentasi
digunakan untuk pengambilan arsip, gambar, dan lain sebagainya. Dokumentasi dapat
memberikan gambaran tentang lokasi geografi, proses kegiatan produksi, proses
pemasaran, letak kependudukan tata letak dan denah produksi (Moleong 1991).
4. Partisipasi
merupakan teknik pengumpulan data dengan ikut magang seara langsung ditempat
praktek kerja dan mengikuti semua kegiatan yang ada.
3.4.
Teknik Pengolahan Analisa Data
Setelah data yang
dilakukan perlu dilakukan pengolahan data agar data yang terkumpul dapat
disajikan. Dan menurut Nazir (1991) pengolohan data tersebut dapat dilakukan
dengan:
1.
Editing
yaitu
memeriksa, mengoreksi dan melakukan pengecekan kembali terhadap data-data yang
telah terkumpul. Misalnya data tentang proses pembuatan ikan asin, tentang
metode penggaramanya, tentang sanitasi dan hygiene apakah benar dengan yang ada
pada literature atau data primer.
2.
Tabulating
yaitu
menyajikan data dalam bentuk table sehingga mudah untuk dipahami. Misalnya pada
data jumlah bahan baku yang datang setiap harinya, jumlahnya ikan asin yang
dihasilkan dilakukan tabulating untuk
memudahkan pemeriksaan data.
3.
Analizing
yaitu
melakukan satu analisa data sehingga dapat ditarik kesimpulanya. Misalnya pada data
proses pembuatan ikan asin dari tinjauan pustaka dibandingkan dengan proses
pembuatan ikan asin di lapangan.
Pada
teknik analisis data kualitatif, analisa yang digunakan adalah analisis
deskripsi yaitu analisa yang menyajikan data sesuai dengan keadaan yang sebenarnya untuk mempermudah pengambilan
keputusan. Sedangkan untuk data kuantitatif, analisis yang digunakan adalah
analisis statistik deskriptif yaitu menyajikan data berupa angka kemudian
diolah lagi dalam bentuk tabel, grafik atau diagram untuk mempermudah penyajian
data.
DAFTAR
PUSTAKA
Adawyah, R.
2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Afrianto, E
dan Liviawati, E. 1989. Pengawetan dan
Pengeringan Olahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Djajadiredja,R,
Darti,S dan Wartono, H. 1984. Bahan
Makanan Protein Ikan. PT. Indra. Jakarta
Djarijah, A.S. 1995. Ikan
Asin. Kanisius. Yogyakarta.
Esti, A.S.
2000. Ikan Asin Cara Kering. Kantor
Deputi Menegristek Bidang Pendaya Gunaan dan Pemasaran Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Jakarta.
Froese, Ed.
R and Daniel P. 2006. http://wapedia.mobi/id/Kembung. Wapedik.
Jakarta
Harmaizar,
2006. Mengenali Potensi Wirausaha.I CV
Dian Anugrah Prakasa, Ed,1., Bekasi.
Irawan, A. 1995. Pengawetan
Hasil Perikanan. Penerbit Aneka. Solo.
Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Moeljanto.
1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil
Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Moleong, L. 1991. Metode
Penelitian Kualitatif. Remjaja Rosdakarya. Bandung.
Murniyati, A. S dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan,
dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Narbuko, C dan Achmadi. 2001. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta.
Nazir, M.
1991. Metode Penelitian. Ghalia
Indonesia. Jakarta.
Purnawijayanti,
A.H. 1999. Sanitasi Higiene dan Keselamatan
Kerja Dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.
Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi dan Higiene Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan Makanan.
Kanisius Jakarta
Santoso, H.B. 1998. Ikan
Asin. Kanisius. Yogyakarta.
Soekartawi,
2006. Analisa Usaha Tani. Uniersitas
Indonesia. Jakarta.
Subagyo, J. 1991. Metode Penelitian Teori dan Praktek. Bumi Aksara. Jakarta
Lampiran
Tabel diskusi kegiatan pada proses
pengolahan Ikan Asin Kembung :
No
|
Kegiatan
|
Teori
|
Praktek Lapang
|
Evaluasi
|
1
|
Persiapan alat dan
Bahan.
|
Peralatanpembuatan ikan asin adalah, pisau dapur,
bak semen atau bak kayu,penutup bak (wadah) dan pemberat, timbangan,
keranjang plastik (tryas) atau keranjang bambu,para-para, serta bahan seperti
garam dan air. (Djajirah, 1995).
|
|
|
2
|
Pemilihan Bahan
Baku
|
Ikan yang akan
diproses menjadi ikan asin diseleksi menurut jenis, ukuran dan tingkat
kesegaranya. Ikan-ikan kecil dan sedang dipisahkan dari ikan besar. Jenis
ikan Berlemak harus juga dipisahkan dari jenis-jenis ikan lainya
(Djajirah,1995).
|
|
|
3
|
Pembersihan
|
Setelah ikan
dipilih kemudian dibersihkan, ada beberapa proses pembersihan yaitu, insang dipotong,
isi perut dibuang, kemudian ikan dikumpulkan lalu dicuci dengan menggunakan
air asin. Setelah itu ikan ditampung didalam ember dan dicuci lagi sampai
bersih (Santoso,1998).
|
|
|
4
|
Penggaraman
|
Ada 3 proses penggaraman yaitu: Penggaraman kering
ialah garam ditaburkan ke dasar bak. Setelah itu ikan disusun dengan
teratur di atas lapisan garam tadi. Selanjutnya pada lapisan ikan tersebut
ditaburkan kembali garam hingga seluruh permukaan tertutup garam. Lapisan ini
merupakan dasar bagi lapisan ikan berikutnya, demikian seterusnya. Tutup bak
dengan sebuah papan yang telah diberi pemberat agar proses penggaraman
berlangsung dengan baik. Penggaraman basah ialah penggunaan larutan garam
dengan konsentrasi tertentu. Ikan yang diproses disusun dalam bak kedap air.
Tambahkan larutan garam secukupnya, hingga seluruh ikan tenggelam seluruhnya.
Metode kench salting ialah metode tidak menggunakan bak, ikan ditumpuk pada
satu bidang datar lalu ditaburi garam secukupnya sambil terus diaduk hingga
rata dan tubuh ikan tertutup oleh garam. Tumpukan ikan ditutup dengan papan
yang telah diberi pemberat dan didiamkan (Afrianto dan Liviawati 1989).
|
|
|
5
|
Pencucian
|
Setelah penggaraman
selesai, ikan di bongkar dan ditaruh dalam keranjang lalu dicuci dengan bersih.
Selanjutnya ikan ditiriskan dalam keranjang yang sama sampai air tidak
menetes lagi (Djarijah 1995).
|
|
|
6
|
Penjemuran
|
Pekerjaan
penjemuran harus dibarengi dengan pembalikan paling sedikit 2-3 kali setiap
hari. Sebelum ikan menjadi kering, setiap sore hari dimasukan kedalam rumah
atau tempat lain yang diberi atap agar tidak tersiram air hujan atau embun (
Djarijah, 1995).
|
|
|
7
|
Pengemasan
|
Setela kering
ikan-ikan kemudian disusun didalam peti atau keranjang yang telah dilapisi
kertas. Selanjutnya peti atau keranjang tersebut diletakan didalam ruangan yang
sejuk dan kering dengan ventilasi yang baik (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
|
|
|
8
|
Sanitasi dan
higiene
|
Selama ini sanitasi
dan hygiene pengolahan ikan asin terutama pengolahan tradisional masih jauh
dari memuaskan. Perhatiaan terhadap masalah ini tidak dapat diabaian begitu
saja terutama jika mengingunkan produkyang bermutu (Wibowo, 1995).
|
|
|